Minggu, 31 Maret 2013

NEW BOOK: MENGUKUR TINGKAT EFISIENSI DENGAN DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA)



DAFTAR ISI

Daftar Isi       ix
BAGIAN PERTAMA
1.        Konsep Efisiensi
2.        Konsep Penghitungan Efisiensi
-          Pendekatan Parametrik dan Nonparametrik
3.        Jenis Efisiensi
4.        Teknik Pengukuran Efisiensi
-          Input Oriented Measures
-          Output Oriented Measures
5.        Konsep CRS dan VRS
-          Constant Return to Scale
-          Variable Return to Scale
-          Efisiensi Skala
6.        Data Envelopment Analysis (DEA)
7.        Malmquist DEA
8.        Kelebihan dan Kekurangan DEA
9.        Metode Pengukuran Lain

BAGIAN KEDUA
10.    Analisis Efisiensi Unit Usaha Syariah di Indonesia: Pendekatan Metode DEA (Data Envelopment Analysis) dan SFA (Stochastic Frontier Analyst) oleh Siti Masyitah Rahmi
11.    Mengukur Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia dengan Menggunakan Two Stages DEA oleh Muizzuddin

Senin, 25 Maret 2013

Malmquist DEA


Coelli et. al (1998) mendefinisikan produktivitas suatu perusahaan sebagai rasio output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Total Factor Productivity (TFP) adalah ukuran produktivitas yang melibatkan semua faktor produksi. Indeks TFP mengukur perubahan total output yang dihasilkan relatif terhadap perubahan atas seluruh input yang digunakan.
Untuk membedakan istilah produktivitas dan efisiensi dapat diilustrasikan dengan proses produksi sederhana dimana satu input (x) digunakan untuk memproduksi satu output (y). Hal ini dapat dilihat pada Gambar berikut. Garis 0F’ pada Gambar 2 merupakan frontier produksi yang menggambarkan hubungan antara input dan output. Frontier produksi menunjukkan tingkat output maksimum yang dapat dicapai pada tiap tingkat input, dengan tingkat teknologi tertentu dalam suatu industri. Perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut dapat beroperasi pada frontier jika perusahaan efisien secara teknis atau di bawah frontier jika perusahaan tidak efisien secara teknis. Titik A menunjukkan titik yang inefisien, sedangkan titik B dan C menunjukkan titik yang efisien.
Perusahaan yang beroperasi di titik A merupakan perusahaan yang inefisien karena secara teknis perusahaan tersebut dapat meningkatkan output ke tingkat output yang sama dengan titik B tanpa membutuhkan input yang lebih besar.
Jika set data yang dimiliki berupa panel data, maka memungkinkan untuk menggunakan DEA-like linear programs dan Malmquist TFP index untuk menghitung perubahan produktivitas dan menguraikan perubahan produktivitas ini menjadi perubahan teknis dan perubahan efisiensi teknis. Fare et. al dalam Coelli (1996) menetapkan indeks perubahan produktivitas output-based Malmquist sebagai berikut :
Ini menunjukkan bahwa produktivitas titik produksi ( , ) relatif terhadap titik produksi ( , ). Nilai lebih besar dari satu menunjukkan bahwa ada pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) yang positif dari periode t ke periode t+1. Indeks ini merupakan rata-rata geometris dari dua output-based Malmquist TFP indices. Indeks yang satu menggunakan teknologi pada periode t dan yang lainnya menggunakan teknologi pada periode t+1. Pendekatan di atas dapat diperluas dengan menguraikan perubahan efisiensi teknis (Constant Returns to Scale (CRS)) ke dalam komponen skala efisiensi dan efisiensi teknis murni (Variable Returns to Scale (VRS)).

Rabu, 20 Maret 2013

Kelebihan dan Kekurangan DEA



Dalam DEA, efisiensi dinyatakan dalam rasio antara total input dengan total output tertimbang. Dimana setiap unit kegiatan ekonomi diasumsikan bebas menentukan bobot untuk setiap variabel input maupun variable output yang ada, asalkan mampu memenuhi dua kondisi yang disyaratkan yaitu (Silkman, 1986; Nugroho, 1995; Ari Wibowo, 2004; Lendro Kurniawan, 2005):
1. Bobot tidak boleh negatif
2. Bobot harus bersifat universal atau tidak menghasilkan indikator efisiensi yang di atas normal atau lebih besar dari nilai 1, bilamana dipakai unit kegiatan ekonomi yang lainnya.
Angka efisiensi yang diperoleh dengan model DEA memungkinkan untuk mengidentifikasi unit kegiatan ekonomi yang penting diperhatikan dalam kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi yang dijalankan secara kurang produktif.
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, suatu perusahaan yang rasional akan selalu berupaya untuk memaksimalkan keuntungan yang diperolehnya. Sejalan dengan ini, perusahaan yang rasional akan selalu meningkatkan kapasitas produksinya sampai diperoleh suatu nilai keseimbangan profit yang maksimal dalam marginal revenue (sebagai fungsi output) masih melebihi marginal cost(sebagai fungsi input). Sehingga perusahaan-perusahaan haruslah sensitif terhadap isu yang berhubungan dengan “skala hasil” (yang umum disebut dengan return to scale). Suatu perusahaan akan memiliki salah satu dari kondisi return to scale, yaitu increasing return to scale (IRS), constant return to scale (CRS) dan decreasing return to scale (DRS) (Erwinta Siswandi dan Wilson Arafat, 2004).

Dalam perkembangannya, metode DEA pun tentu terdapat kelebihan dan kekurangannya, dalam konteks pengukuran efisiensi sebuah industri. Secara singkat, berbagai keunggulan dan kelemahan metode DEA adalah:

a. Keunggulan DEA
1. Bisa menangani banyak input dan output
2. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output.
3. Unit Kegiatan Ekonomi dibandingakan secara langsung dengan sesamanya.
4. Dapat membentuk garis frontier fungsi efisiensi terbaik atas variabel input-output dari setiap sampelnya.
5. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda.

b. Keterbatasan DEA
1. Bersifat simple specific
2. Merupakan extreme point technique, kesalahan pengukuran bisa berakibat fatal.
3. Hanya mengukur produktivitas relatif dari unit kegiatan ekonomi bukan produktivitas absolut.
4. Uji hipótesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.

Senin, 11 Maret 2013

In-House Training DEA


Data Envelopment Analysis, CRS dan VRS


Data envelopment analysis pertama kali diperkenalkan oleh  Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun 1978 dan 1979. Semenjak itu pendekatan dengan menggunakan DEA ini banyak digunakan di dalam penelitian-penelitian operasional dan ilmu manajemen. Pendekatan DEA lebih menekankan pendekatan yang berorientasi kepada tugas dan lebih memfokuskan kepada tugas yang penting, yaitu mengevaluasi kinerja dari unit pembuat keputusan/UPK (decision making units). Analisis yang dilakukan berdasarkan kepada evaluasi terhadap efisiensi relatif dari UPK yang sebanding. Selanjutnya UPK-UPK yang efisien tersebut akan membentuk garis frontier. Jika UPK berada pada garis frontier, maka UPK tersebut dapat dikatakan efisien ralatif dibandingkan dengan UPK yang lain dalam peer group-nya. Selain menghasilkan nilai efisiensi masing-masing UPK, DEA juga menunjukkan unit-unit yang menjadi referensi bagi unit-unit yang tidak efisien.
Dimana, DMU = UPK; n = UPK  yang akan dievaluasi; m = input-input yang berbeda; p = output-output yang berbeda; xij = jumlah input I yang dikonsumsi oleh UPKj; ykj = jumlah output k yang diproduksi oleh UPKj.
Semenjak tahun 1980-an, pendekatan ini banyak digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dari industri perbankan secara nasional. Pendekatan DEA ini merupakan pendekatan nonparametric. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak memerlukan asumsi awal dari fungsi produksi. Namun, kelemahan DEA adalah bahwa pendekatan ini sangat sensitif terhadap observasi-observasi ekstrem. Asumsi yang digunakan adalah tidak ada random error, deviasi dari frontier diindikasikan sebagai inefisiensi. Ada dua model yang sering digunakan dalam  pendekatan ini, yaitu model CCR (1978) dan model BCC (1984).


Constant Return to Scale (CRS)
Model constant return to scale  dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan inputdan output adalah sama (constant return to scale). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan atau unit pembuat keputusan (UPK) beroperasi pada skala yang optimal. Rumus dari constant return to scale dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana maksimisasi di atas merupakan efisiensi teknis (CCR), xij adalah banyaknya input tipe ke-i dari UPK ke-j dan ykjadalah jumlah output tipe ke-k dari UPK  ke-j. Nilai efisinesi selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan UPK yang nilai efisiensinya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien.
Gambar 4.1 Frontier Efisien Model CCR

Variable Return to Scale (VRS)
Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (model BCC) pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan inputdan output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Rumus variable return to scale (VRS) dapat dituliskan dengan program matematika seperti berikut ini:
Maksimisasi di atas merupakan nilai efisiensi teknis (BCC), xijadalah banyaknya input tip eke-I dari UPK ke-j, dan yrj adalah jumlah outputtipe ke-r dari UPK ke-j. Nilai dari efisiensi tersebut selalu kurang atau sama dengan 1. UPK yang nilai efisiensinya kurang dari 1 berarti inefisiensi sedangkan UPK yang nilainya sama dengan 1 berarti UPK tersebut efisien.
Gambar 4.2 Efisiensi Frontier  Model BCC

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah VRS (variable return to scale). Alasan pemilihan skala efisiensi model VRS ini adalah studi ini ingin mengetahui tingkat efisiensi sebenarnya (tanpa dibatasi oleh kendala apa pun).

Efisiensi Skala
Pada umumnya suatu bisnis atau unit pengambil keputusan (UPK), seperti bank, mempunyai karakteristik yang mirip satu sama lain. Namun, biasanya tiap bank bervariasi dalam ukuran dan tingkat produksinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa ukuran bank memiliki peran penting yang menentukan efisiensi atau inefisiensi relatifnya. Model CCR mencerminkan (perkalian) efisiensi teknis dan efisiensi skala, sedangkan model BCC mencerminkan efisiensi teknis saja, sehingga efisiensi skala relatif adalah rasio dari efisiensi model CCR dan model BCC.
            Sk  =  qk,CCR/qk,BCC
Jika nilai S = 1 berarti bahwa UPK tersebut beroperasi pada ukuran efisiensi skala terbaik. Jika nilai S kurang dari satu berarti masih ada inefisiensi skala pada UPK tersebut. Sehingga, nilai (1-S) menunjukkan tingkat inefisiensi skala dari UPK tersebut. Jadi, UPK yang efisien dengan model CCR berarti juga efisien skalanya. Sedangkan, UPK yang efisien dengan model BCC tapi tidak efisien dengan model CCR berarti memiliki inefisiensi skala. Hal ini karena UPK tersebut efisien secara teknis, sehingga infisiensi yang ada adalah berasal dari skala.

Teknik Pengukuran Efisiensi


Pengukuran efisiensi dengan menggunakan pendekatan frontier sudah digunakan selama 40 tahun lebih (Coelli, 1996). Metode utama yang menggunakan linier programming dan metode ekonomterika adalah: 1) Data Envelopment Analysis; dan 2) Stokastic Frontier.
Pengukuran efisiensi modern ini pertama kali dirintis oleh Farrell (1957), bekerja sama dengan Debreu dan Koopmans, dengan mendefinisikan suatu ukuran yang sederhana untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan yang dapat memperhitungkan input yang banyak. Efisiensi yang dimaksudkan oleh Farrell terdiri dari efisiensi teknis (technical efficiency) yang merefleksikan kemampuan dari suatu perusahaan untuk memaksimalkan output dengan inputtertentu, dan efisiensi alokatif (allocative efficiency) yang merefleksikan kemampuan dari suatu perusahaan yang memanfaatkan input secara optimal dengan tingkat harga yang telah ditetapkan. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan efisiensi ekonomis (total).
Pengukuran Berorientasi Input (Input-Oriented Measures)
Pengukuran berorientasi inputmenunjukkan sejumlah input dapat dikurangi secara proporsional tanpa mengubah jumlah output yang dihasilkan. Farrell memberikan ilustrasi dengan melibatkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan dua input (X1 dan X2) untuk memproduksi satu output (y) dengan asumsi constant return to scale. Sebuah perusahaan menggunakan dua inputyaitu  X1 dan X2 untuk memproduksi output sebesar y (asumsi constant return to scale). Isoquant SS1 menggambarkan kombinasi input untuk menghasilkan tingkat output yang sama (efisien secara teknis). Isocost CC1menggambarkan kombinasi input yang dapat dibeli oleh produsen dengan tingkat biaya yang sama (efisien secara alokatif). Garis OM menunjukkan kombinasi inputyang digunakan oleh suatu perusahaan. Titik Q’ menunjukkan efisien secara teknikal dan alokatif. Titik M menunjukkan ketidakefisienan karena tidak berada pada kurva isocost dan isoquant. Titik N efisien secara alokatif sedangkan titik Q efisien secara teknis. Efisien secara teknis diperoleh dari rasioTE = OQ/OM. Efisien secara alokatif diperoleh dari rasio AE = ON/OQ – selama NQ merepresentasikan bahwa pengurangan biaya produksi akan terjadi jika produksi secara teknis maupun alokatif efisien pada titik Q’. Sehingga total efisiensi sama dengan ON/OM – NM adalah pengurangan biaya produksi.
Fungsi produksi yang menunjukkan  fully efficient firm ’perusahaan yang efisien penuh’ (SS1)  secara praktek tidak diketahui. Oleh sebab itu, perlu diestimasi melalui sampel observasi dari perusahaan-perusahaan dalam satu industri. Menurut Farrell untuk mengestimasi  fungsi produksi tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) non-parametric piecewise-linear convex isoquant, dan b)  fungsi parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas. Sedangkan Coelli menggunakan pendekatan nonparametrik DEA untuk mengestimasi fungsi produksi yang efisien tersebut.

 








Catatan: AE: Efisiensi Alokatif; TE: Efisiensi Teknis
Sumber: Coelli, et.al.,  1996.
Gambar 2.3 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input

Pada Gambar 2.3 tampak bahwa perusahaan menggunakan sejumlah input tertentu yaitu titik M, untuk memproduksi satu unit output. Perusahaan yang tidak efisien secara teknis akan berada di sepanjang titik QM, ketika seluruh input dapat dikurangi secara proposional tanpa mengurangi jumlah outputnya. Umumnya ini direpresentasikan dengan persentasi yang merupakan rasio antara QM/OM, ketika seluruh input dapat dikurangi. Efisiensi teknis dari perusahaan dihitung berdasarkan rasio antara OQ dengan OM.
TEI = OQ/OM, atau sama dengan 1- QM/OM
0 <  TEI  < 1 (Indikator dari tingkat efisiensi dari perusahaan)
I menunjukkan input oriented measure.
Jika TEI  = 1 menunjukkan bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang efisien, sebagai contoh titik Q, ketika TEI  = 1 karena titik Q berada pada garis isoquant.
Jika rasio inputterhadap harga direpresentasikan dengan garis CC1, maka dapat digunakan untuk menghitung efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif dari perusahaan yang beroperasi pada tingkat harga p (tertentu) didefinisikan sebagai rasio dari ON/OQ.
AEI = ON/OQ
Sepanjang garis NQ menunjukkan pengurangan dari biaya produksi yang terjadi jika efisiensi alokatif maupun teknis terjadi pada titik Q’ sehingga dapat terbentuk efisiensi ekonomi yang merupakan rasio dari:
EEI = ON/OM,
ketika NM dapat direpresentasikan sebagai pengurangan biaya produksi. Sebagai catatan, efisiensi teknis dan alokatif membentuk efisiensi ekonomi.
TEI X AEI = OQ/OM X ON/OQ = ON/OM
Semua nilai efisiensi berada antara nol dan satu.
Pengukuran Berorientasi Output (Output-Oriented Measures)
Orientasi output mengukur bilamana sejumlah output dapat ditingkatkan secara proporsional tanpa mengubah jumlah inputyg digunakan.
C
0
B
D
A
f(x)
D
P
X
0
P
B
y
A
D
C
X
f(x)
 






Sumber: Coelli, et.al.,  1996.
Gambar 2.4 Efisiensi Teknis Berorientasi Inputdan Output dan Return to Scale
Sumber: Coelli, et.al.,  1996.
Gambar 2.5 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output

Titik A dan B1menggambarkan skala efisiensi yang dihasilkan oleh perusahaan A dan B1. Kurva ZZ1 adalah kurva kemungkinan produksi (production possibility curve) yang menunjukkan efisien secara teknis. Kurva DD1 menggambarkan kurva isorevenue (efisien secara alokatif). Titik B dan B1menggambarkan efisien secara teknikal karena terletak pada isoquant. CB1 efisien secara alokatif karena terletak pada isorevenue DD1. B1efisien secara teknis dan alokatif. Titik OE menunjukkan kombinasi output yang dihasilkan oleh perusahaan. Titik A  merupakan titik inefisieni secara teknis maupun alokatif karena tidak terletak pada ZZ1 dan DD1. AB merupakan inefisieni secara teknis yang berarti bahwa output bisa ditingkatkan menjadi B tanpa adanya tambahan input. Penghitungan efisiensi teknis dengan pendekatan output adalah rasio dari OA/OB. Isorevenue adalah garis yang menggambarkan kombinasi outputyang dihasilkan oleh perusahaan dengan tingkat pendapatan yang sama. Efisiensi alokatif diperoleh melalui rasio OB/OC. Jika digabungkan, maka menjadi efisiensi ekonomi OA/OB X OB/OC = OA/OC.