Kamis, 01 Agustus 2013

Analisis Perbandingan Tingkat Efisiensi BMT Kota Tasikmalaya Periode 2008-2012 dengan Pendekatan Two Stage Data Envelopment Analysis



Oleh: Asri Prihastuti 


This study measures the comparative efficiency of BMT Tasikmalaya during the period 2008-2012. The method used is Two Stage DEA with the intermediation approach. The first stage of measuring the efficiency of each BMT using DEA. Input variables used were total deposit, equity and total labour. While the variables output is total financing and operating income. The second stage determines factors influencing the efficiency of BMT using Tobit Method. The variables used were BOPO, ROA (Return on Equity) and EQAS.
            The results show that the overall efficiency of BMT in the year 2008 reached 0.88 and the next year (2009) to 2012 increased significantly to reach 0.96. While the level of technical efficiency has increased by fluctuations in 2008-2012. Means that the management of the financial operations of BMT during 2008-2012 is relatively inefficient. The main cause of inefficiency in the output-oriented measure is operating income which can be increasing by 59.96%. Tobit results show that BOPO and ROE has statistically significant positive impact on overall efficiency of BMT Tasikmalaya. While the power of capital (CAR) has no significant positive impact on the efficiency of BMT Tasikmalaya


Keywords: Data Envelopment Analysis (DEA), Efficiency, Baitul Mal wa Tamwil
 

 



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang

Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat pesat. Perkembangan ini berawal dari munculnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Perbankan, yang memiliki tujuan untuk memberikan peluang lebih besar dalam pengembangan Perbankan Syariah sehingga dapat memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga serta dapat memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komparatif dibandingkan dengan perbankan konvensional. Kemudian dilanjutkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diamanatkan untuk mengantisipasi perkembangan prinsip syariah. Kebijakan dari pemerintah ini mendorong berdirinya lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya menjadi semakin meningkat. Dalam perkembangannya  lembaga keuangan syariah terbagi menjadi dua bagian yaitu lembaga keuangan syariah yang berupa Bank terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dan lembaga keuangan syariah Non Bank yang terdiri dari Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS).
Lembaga keuangan syariah memiliki fungsi sebagai intermediasi yang menghubungkan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Namun pada kenyataannya perbankan syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah masih belum mampu menjangkau Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) secara optimal, terutama Usaha Mikro yang disebabkan karena beberapa di antara para pengusaha UMKM masih memiliki kendala dalam persyaratan pembiayaan yang diajukan dari pihak perbankan syariah. Sedangkan UMKM sendiri memiliki kontribusi yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan UMKM pun menjadi salah satu penyelamat perekonomian Indonesai pada saat terjadi krisis ekonomi, kinerja sepanjang tahun juga menunjukkan bahwa UMKM memiliki andil lebih besar dilihat dari aspek jumlah, kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja hingga dalam pendapatan domestik bruto dibandingkan dengan usaha besar (PINBUK, 2012). Untuk mendukung pengembangan UMKM di Indonesia maka sangat dibutuhkan lembaga keuangan yang berpihak pada pengusaha kecil dan menengah. Sehingga munculnya BMT di Indonesia ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi pengusaha UMKM yang memiliki kendala dalam mengajukan pembiayaan ke pihak perbankan serta mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam pengembangan sektor riil.
BMT merupakan salah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang memiliki fungsi yang sama dengan perbankan syariah yaitu sebagai intermediasi dalam penyaluran dana dari masyarakat yang kemudian dikelola untuk kemashlahatan bersama. Namun BMT lebih berfokus dalam menyediakan pembiayaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil dan menengah. Perbedaan lainnya yaitu dalam pengawasan dan pembinaan, yang mana Bank Umum Syariah (BUS) terikat dengan peraturan pemerintah melalui departemen keuangan serta peraturan dari Bank Indonesia sedangkan BMT berada dalam pembinaan bidang koperasi yang terkait pada Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Pendirian BMT pun telah diatur melalui Surat Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 yang menjelaskan tentang  petunjuk pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
Keberadaan BMT di Indonesia telah memberikan dampak positif dalam pengembangan ekonomi khususnya di beberapa daerah, seperti daerah Sidogiri, Jawa Timur walaupun secara keseluruhan belum optimal. Sehingga munculnya BMT di berbagai daerah tersebut sangat diapresiasikan oleh kalangan masyarakat pada umumnya dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Apalagi setelah mendapat dukungan dari Yayasan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang diprakarsai oleh pihak MUI, jumlah BMT yang tersebar di Indonesia semakin pesat karena tidak hanya dukungan materi yang diberikan oleh PINBUK melainkan dukungan non materi pun diberikan kepada BMT yang ada di seluruh Indonesia dalam bentuk pelatihan ataupun pemberdayaan masyarakat.
Berdasarkan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) pernah mengungkapkan data dan memiliki daftar rinciannya bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2006, terdapat sekitar 3200 BMT yang beroperasi di Indonesia. Akan tetapi dengan jumlah BMT sebanyak itu masih belum memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini disebabkan karena dalam perkembangannya BMT menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang timbul dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal. Berdirinya BMT yang begitu banyak di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor yang dapat memperkuat keberadaan BMT tersebut, yang ada hanya sekedar keinginan yang besar untuk mendirikan BMT karena merupakan salah satu bentuk syiar dalam Islam tanpa didasari oleh pengetahuan, kemampuan serta keterampilan yang profesional
 Menurut Sadrah dkk (2004) tidak jarang bahwa pendirian BMT kurang diimbangi dengan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang profesional mengenai manajemen pengelolaan, servis, maupun sumberdaya manusia. Akibatnya banyak diantara BMT-BMT tersebut yang muncul kemudian beberapa saat sudah mati dalam usia pendek atau tumbuh tetapi masih jalan ditempat tidak bisa melangkah dan sedikit yang dapat berjalan itupun dengan tertatih-tatih. Oleh karena itu, BMT dituntut untuk meningkatkan efisiensi kinerja usaha agar mampu bersaing dengan lembaga keuangan syariah lainnya dan tetap bertahan hidup.
Top of Form
Efisiensi merupakan indikator penting dalam mengukur kinerja keseluruhan dari aktivitas suatu perusahaan dapat berproduksi dengan biaya serendah mungkin (Sutawijaya dan Lestari, 2009 : 52). Kemampuan mengolah input seminimal mungkin dengan jumlah output yang tetap merupakan ukuran kinerja yang diharapkan atau dengan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, BMT dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat input yang optimal dengan input yang ada. Dengan mendeteksi alokasi input dan output yang ada, maka suatu kinerja dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat ketidakefisienan. Peran pemerintah pun sangat besar untuk mengetahui efisiensi kinerja suatu lembaga keuangan, karena dengan kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, dengan melihat permasalahan BMT yang dihadapi saat ini, maka efisiensi kinerja BMT harus menjadi perhatian bagi pemerintah dan para praktisi BMT khususnya, karena untuk meningkatkan kualitas kinerja BMT yang ada di Indonesia sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar dalam perkembangan perekonomian Indonesia
Kota Tasikmalaya merupakan salah satu Kota yang terdapat di Jawa Barat dan termasuk Kota Terbesar sepriangan timur, dimana hampir 70% pusat bisnis, pusat perdagangan dan pusat industri terdapat di kota ini (Disperindag, 2012). Pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terlihat dari tabel di bawah ini yang menjelaskan tentang perkembangan potensi industri Kota Tasikmalaya Tahun 2009 sampai 2012.
Tabel 1.1
Perkembangan Potensi Industri Kota Tasikmalaya Tahun 2009 - 2012

NO
POTENSI
TAHUN
KOMODITI INDUSTRI
TOTAL
Produk Unggulan
Produk Non Unggulan
1.
Unit Usaha (UU)
2009
2648
389
3037
2010
2709
420
3129
2011
2772
451
3223
2012
2825
499
3324
2.
Nilai Investasi (Rp.000)
2009
336498282
102703693
439201975
2010
351923547
107337583
459261130
2011
370343547
115651083
485994630
2012
390015547
126499083
516514630
3.
Nilai Produk/Thn (Rp.000)
2009
1781914712
573628642
2355543354
2010
1903155707
613353754
2516509461
2011
2002861515
645318054
2648179569
2012
2113499515
768836970
2882336485
Sumber : Laporan Disperindag Tahun 2013

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan potensi industri Kota Tasikmalaya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan ini berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Kota Tasikmalaya. Perkembangan potensi industri ini memberikan dampak positif, salah satunya yaitu penyerapan tenaga kerja yang lebih luas sehingga kesejahteraan masyarakat pun menjadi semakin meningkat. Banyaknya Unit Usaha di Kota Tasikmalaya, khususnya UMKM menunjukkan bahwa kota ini memiliki potensi dan jiwa kewirausahaan yang tinggi. Akan tetapi, jika potensi yang tinggi tanpa didukung dengan modal yang kuat maka tidak akan berkembang secara optimal. Sehingga keberadaan BMT di Kota Tasikmalaya sangat diperlukan untuk kalangan masyarakat, khususnya para pengusaha UMKM dan dapat dijadikan sebagai solusi untuk masalah permodalan, selain Bank ataupun BPR. Perkembangan BMT di Tasikmalaya pun dinilai cukup bagus, terlihat dari jumlah BMT yang semakin banyak dan juga sisi asset yang mampu mengalahkan asset BPR Tasikmalaya, khususnya BMT binaan PINBUK.
Berdasarkan uraian tersebut dan mengingat bahwa peran BMT sangat besar dalam mendorong UMKM untuk terus berkembang. Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai kendala yang dihadapi oleh beberapa BMT yang pada akhirnya diharapkan bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi. Dalam tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menganalisis kinerja BMT secara umum, tetapi akan difokuskan pada analisis tingkat efisiensi BMT Kota Tasikmalaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi dari efisiensi tersebut, khususnya dalam lima tahun terakhir ini (2008-2012) .        Untuk mengukur tingkat efisiensi ini akan dipergunakan data dari PINBUK, Laporan Keuangan BMT dan Dinas Koperasi Kota Tasikmalaya mengenai kinerja BMT tahun 2008 hingga tahun 2012. Sedangkan pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan Two Stage Data Envelopment Analysis (DEA). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “ Analisis Perbandingan Tingkat Efisiensi BMT Kota Tasikmalaya Periode 2008-2012 dengan Pendekatan Two Stage Data Envelopment Analysis (Studi Kasus : BMT yang terdaftar di PINBUK Kota Tasikmalaya)”.

1.2              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan penulis bahas lebih lanjut dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana tingkat efisiensi kegiatan operasional BMT di wilayah Kota Tasikmalaya?
2.      Manakah BMT yang paling efisien diantara ketujuh sampel BMT yang digunakan dalam penelitian ini?
3.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi BMT di wilayah Kota Tasikmalaya ?

1.3              Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui dan menganalisis efisiensi BMT Kota Tasikmalaya melalui Data Envelopment Analysis (DEA) dengan variabel input-output yang penulis gunakan.
2.      Untuk mengetahui BMT mana saja yang sudah mencapai efisien dalam kinerja selama beberapa tahun ini.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi BMT Kota Tasikmalaya.

1.4              Batasan Masalah
Pada dasarnya batasan dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan kejelasan ruang lingkup sehingga hasil yang diperoleh dapat sesuai dengan yang dikehendaki penulis serta menghindari pembahasan yang meluas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti mengenai tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pada tujuh BMT yang terdaftar di Pinbuk dan Koperasi Kota Tasikmalaya selama kurun waktu 2008-2012. Data BMT yang terdaftar di PINBUK Kota Tasikmalaya yaitu tujuh BMT sedangkan yang terdafar di Dinas Koperasi dan UMKM (Disperindag) yaitu 31. Akan tetapi dalam penelitian ini penulis hanya terfokus pada tujuh BMT Kota Tasikmalaya karena untuk melihat peran PINBUK terhadap BMT serta keterbatasan data yang ada. Adapun tujuh BMT tersebut antara lain BMT Al-Hidayah, BMT Al-Muawanah, BMT An-Nahl, BMT Wira Mandiri, BMT Al-Bina, BMT Mitra Kita dan BMT Mitra Muammalat.
Rasio yang digunakan untuk meneliti tingkat efisiensi BMT Kota Tasikmalaya ini yaitu menggunakan rasio input dan output. Variabel input yang digunakan adalah jumlah simpanan, modal dan jumlah tenaga kerja sedangkan variabel outputnya adalah pembiayaan dan pendapatan operasional. Periode yang menjadi objek penelitian ini dimulai dari tahun 2008 hingga tahun 2012 dengan jumlah DMU (Decision Making Unit) yang sama di setiap tahunnya. Dalam penelitian ini DMU dapat diartikan sebagai unit BMT yang akan dianalisa tingkat efisiensinya. Dengan adanya pembatasan ini diharapkan akan mempermudah penulis dalam memperoleh data.

1.5              Data dan Metodologi
Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisa kuantitatif Two Stage Data Envelopment Analysis (DEA). Metode Two Stage DEA ini digunakan agar dapat menggambarkan perbandingan tingkat efisiensi BMT yang terdaftar di PINBUK Kota Tasikmalaya serta untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi BMT pada periode 2008-2012. Sehingga hasilnya dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh penulis dalam penelitian ini. Data yang digunakan merupakan data sekunder, sedangkan sifatnya adalah data kualitatif dan kuantitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Penulis menggunakan data dari sumber yang didapat dari lembaga-lembaga yang terkait. Penulis mengambil data sekunder dari PINBUK Kota Tasikmalaya dan juga Laporan Keuangan dari BMT yang terkait. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel input dan output. Variabel inputdiantaranya yaitu modal, jumlah simpanan dan jumlah tenaga kerja sedangkan variabel output diantaranya yaitu jumlah pembiayaan dan pendapatan operasional. Selain itu, variabel yang digunakan pada model regresi Tobit yaitu BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), ROE (Return on Equity) dan kekuatan modal (EQAS).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar